Selasa, 26 Juni 2012

KUMPULAN CERITA ABU NAWAS

    KUMPULAN CERITA ABU NAWAS

Hadiah Bagi Tebakan Jitu

Baginda Raja Harun Al Rasyid kelihatan murung. Semua menterinya tidak ada yang sanggup menemukan jawaban 
dari dua pertanyaan Baginda. Bahkan para 

penasihat kerajaan pun merasa tidak mampu memberi penjelasan yang memuaskan Baginda. Padahal Baginda 
sendiri ingin mengetahui jawaban yang sebenarnya.

Mungkin karena amat penasaran, para penasihat Baginda menyarankan agar Abu Nawas saja yang memecahkan 
dua teka-teki yang membingungkan itu. Tidak begitu lama Abu Nawas dihadapkan. Baginda mengatakan bahwa 
akhirakhir ini ia sulit tidur karena diganggu oleh keingintahuan menyingkap dua rahasia alam.

"Tuanku yang mulia, sebenarnya rahasia alam yang manakah yang Paduka maksudkan?" tanya Abu Nawas ingin 
tahu.

"Aku memanggilmu untuk menemukan jawaban dari dua teka-teki yang selama ini menggoda pikiranku." kata 
Baginda.

"Bolehkah hamba mengetahui kedua teka-teki itu wahai Paduka junjungan hamba."

"Yang pertama, di manakah sebenarnya batas jagat raya ciptaan Tuhan kita?" 
tanya Baginda.

"Di dalam pikiran, wahai Paduka yang mulia." jawab Abu Nawas tanpa sedikit pun perasaan ragu, "Tuanku yang 
mulia,"   lanjut   Abu   Nawas   ’ketidakterbatasan   itu   ada   karena   adanya   keterbatasan.   Dan   keterbatasan   itu 
ditanamkan oleh Tuhan di dalam otak manusia. Dari itu manusia tidak akan pernah tahu di mana batas jagat raya 
ini. Sesuatu yang terbatas tentu tak akan mampu mengukur sesuatu yang tidak terbatas."

Baginda mulai tersenyum karena merasa puas mendengar penjelasan Abu Nawas yang masuk akal. Kemudian 
Baginda melanjutkan teka-teki yang kedua.

"Wahai Abu Nawas, manakah yang lebih banyak jumlahnya : bintang-bintang di langit ataukah ikan-ikan di laut?"

"Ikan-ikan di laut." jawab Abu Nawas dengan tangkas.

"Bagaimana kau bisa langsung memutuskan begitu. Apakah engkau pernah menghitung jumlah mereka?" tanya 
Baginda heran.

"Paduka yang mulia, bukankah kita semua tahu bahwa ikan-ikan itu setiap hari 
ditangkapi dalam jumlah besar, namun begitu jumlah mereka tetap banyak 
seolah-olah   tidak   pernah   berkurang   karena   saking   banyaknya.   Sementara 
bintang-bintang itu tidak pernah rontok, jumlah mereka juga banyak." jawab 
Abu Nawas meyakinkan.

Seketika itu rasa penasaran yang selama ini menghantui Baginda sirna tak berbekas. Baginda Raja Harun Al Rasyid 
memberi hadiah Abu Nawas dan istrinya uang yang cukup banyak.

Tidak seperti biasa, hari itu Baginda tiba-tiba ingin menyamar menjadi rakyat biasa. Beliau ingin menyaksikan 
kehidupan di luar istana tanpa sepengetahuan siapa pun agar lebih leluasa bergerak.

Baginda mulai keluar istana dengan pakaian yang amat sederhana layaknya seperti rakyat jelata. Di sebuah 
perkampungan beliau melihat beberapa orang berkumpul. Setelah Baginda mendekat, ternyata seorang ulama 
sedang menyampaikan kuliah tentang alam barzah. Tiba-tiba ada seorang yang datang dan bergabung di situ, la 
bertanya kepada ulama itu.

"Kami menyaksikan orang kafir pada suatu waktu dan mengintip kuburnya, tetapi kami tiada mendengar mereka 
berteriak dan tidak pula melihat penyiksaan-penyiksaan yang katanya sedang dialaminya. Maka bagaimana cara  membenarkan sesuatu yang tidak sesuai dengan yang dilihat mata?" Ulama itu berpikir sejenak kemudian ia 
berkata,

"Untuk mengetahui yang demikian itu harus dengan panca indra yang lain. 
Ingatkah kamu dengan orang yang sedang tidur? Dia kadangkala bermimpi 
dalam tidurnya digigit ular, diganggu dan sebagainya. la juga merasa sakit dan 
takut ketika itu bahkan memekik dan keringat bercucuran pada keningnya. la 
merasakan hal semacam itu seperti ketika tidak tidur. Sedangkan engkau yang 
duduk di dekatnya menyaksikan keadaannya seolah-olah tidak ada apa-apa. 
Padahal apa yang dilihat serta dialaminya adalah dikelilirigi ular-ular. Maka 
jikamasalah   mimpi   yang   remeh   saja   sudah   tidak   mampu   mata   lahir 
melihatnya,   mungkinkah   engkau   bisa   melihat   apa   yang   terjadi   di   alam 
barzah?"

Baginda Raja terkesan dengan penjelasan ulama itu. Baginda masih ikut mendengarkan kuliah itu. Kini ulama itu 
melanjutkan kuliahnya tentang alam akhirat. Dikatakan bahwa di surga tersedia hal-hal yang amat disukai nafsu, 
termasuk benda-benda. Salah satu benda-benda itu adalah mahkota yang amat luar biasa indahnya. Tak ada yang 
lebih indah dari barang-barang di surga karena barang-barang itu tercipta dari cahaya. Saking ihdahnya maka satu 
mahkota jauh lebih bagus dari dunia dan isinya. Baginda makin terkesan. Beliau pulang kembali ke istana.

Baginda sudah tidak sabar ingin menguji kemampuan Abu Nawas. Abu Nawas dipanggil: Setelah menghadap Bagiri

"Aku menginginkan engkau sekarang juga berangkat ke surga kemudian bawakan aku sebuah mahkota surga yang 
katanya tercipta dari cahaya itu. Apakah engkau sanggup Abu Nawas?"

"Sanggup Paduka yang mulia." kata Abu Nawas langsung menyanggupi tugas yang mustahil dilaksanakan itu. 
"Tetapi Baginda harus menyanggupi pula satu sarat yang akan hamba ajukan."

"Sebutkan sarat itu." kata Baginda Raja.

"Hamba mohon Baginda menyediakan pintunya agar hamba bisa memasukinya."

"Pintu apa?" tanya Baginda belum mengerti. Pintu alam akhirat." jawab Abu Nawas.

"Apa itu?" tanya Baginda ingin tahu.

"Kiamat,   wahai   Padukayang   mulia.   Masing-masing   alam   mempunyai   pintu.   Pintu   alam   dunia   adalah   liang 
peranakan ibu. Pintu alam barzah adalah kematian. Dan pintu alam akhirat adalah kiamat. Surga berada di alam 
akhirat. Bila Baginda masih tetap menghendaki hamba mengambilkan sebuah mahkota di surga, maka dunia harus 
kiamat teriebih dahulu."

Mendengar penjetasan Abu Nawas Baginda Raja terdiam.

Di sela-sela kebingungan Baginda Raja Harun Al Rasyid, Abu Nawas bertanya 
lagi,
 
Cerita humor: Abunawas Pengawal Raja

Alkisah, Abunawas bertugas menjadi pengawal raja, kemanapun Raja pergi Abunawas 
selalu ada didekatnya . 

Raja membuat Undang Undang kebersihan lingkungan, yang pada salah satu fasalnya 
berbunyi, Dilarang berak di sungai kecuali Raja atau seijin Raja, pelanggaran atas fasal 
ini adalah hukuman mati. 
Suatu hari Raja mengajak Abunawas berburu ke hutan, ndilalah Raja kebelet berak, 
karena di hutan maka Raja berak di sungai yang airnya mengalir ke arah utara.

Raja berak di suatu tempat, eee Abunawas ikut berak juga di sebelah selatan dari Raja, 
begitu Raja melihat ada kotoran lain selain kotoran nya, raja marah, dan diketahui yang 
berak adalah Abunawas . 
Abunawas dibawa ke pengadilan, Abunawas divonis hukuman mati, sebelum hukuman 
dilaksanakan, Abunawas diberi kesempatan membela diri, kata Abunawas 

"Raja yang mulia, aku rela dihukum mati, tapi aku akan sampaikan alasanku kenapa aku 
ikut berak bersama raja saat itu, itu adalah bukti kesetiaanku pada paduka raja, karena 
sampai kotoran Rajapun harus aku kawal dengan kootoranku, itulah pembelaanku dan 
alasanku Raja. Hukumlah aku.

Abunawas yang divonis mati, diampuni dan malah diberi hadiah rumah dan perahu kecil 
untuk tempat kotoran nya mengawal kotoran raja. 
 
 

0 komentar:

Posting Komentar